Sabtu, 08 Mei 2010

PELUANG KERJA JANGANLAH DISIA-SIAKAN


Hai teman-teman, saya mau berbagi kepada kalian. Tetapi pengalaman saya ini adalah pengalaman yang kurang baik. Oleh karena itu kalian jangan meniru saya, biarlah saya yang mengalami. Maaf nama dan tempat sengaja saya samarkan. Sebab, bagaimana pun, saya tetap masih mempunyai rasa malu karena sampai sekarang saya masih menganggur. Saya tidak menganggur 100% karena saya masih bantu-bantu membersihkan kebersihan rumah saya. Saya menganggur dalam arti belum punya pekerjaan yang tetap. Maka, jangan tanya kapan saya mau nikah ya, sebab saya tentu malu punya cewek kalau saya belum kerja. Inilah pengalaman saya.
Saya bersekolah di suatu kota di Pulau Jawa. Di kelas, saya tergolong anak pandai. Begitu juga dikatakan oleh Guru-Guruku, dan memang nilai saya baik-baik, tidak terlalu buruk bagiku. Jarang sekali saya mendapat nilai 6, biasanya 7 ke atasnya. Saya dikatakan anak yang agak nakal. Mama saya kadang dipanggil ke Sekolah bila saya membuat masalah, lalu kami dinasihati bersama. Saya mengaku agak nakal, saya sering minta-minta uang saku untuk jajan. Semua yang saya lakukan karena mama saya sangat jarang memberi uang saku. Keluarga saya termasuk miskin, maka SPP juga sering nuggak (kosong). Tetapi saya tahu dan cukup beruntung karena pihak sekolah kasihan kalau saya dikeluarkan dari sekolahku. Saya diijinkan meneruskan sekolah hingga tamat, supaya kelak (besok) dapat membantu meringankan keluarga.
Di kejuruan, saya masuk jurusan pertukangan kayu, tidak apa-apa saya sendiri di kejuran itu. Saya yakin (percaya) bila lulus kejuruan pertukangan kayu, saya dapat membuat bermacam-macam mebel. Lalu besok saya dapat masuk dan bekerja di Perusahan Mebel, dapat gaji dan dapat membantu keluargaku.
Itulah pikiranku sederhana tapi praktis. Di pertukangan kayu saya tekun belajar, baik teori maupun praktik. mata pelajaran umum juga saya tidak abaikan (tinggalkan). Waktu ujian kelas 3, nilai saya termasuk bagus-bagus. Namun sayang sekali, di Kejuruan saya tidak dapat mengurangi kenakalan saya, malahan aku merasa semakin nakal. Aku sering minta-minta sambil mengancam teman-teman. Ancamku,” Awas rahasia, jangan sampai ada yang tahu”. Tetapi aneh, semua kelakuanku diketahui oleh Pihak Sekolah. Wah, pasti aku di Trop Out (dikeluarkan) apalagi sudah hampir mau lulus. Begitu pikirku.
Setelah kejadian itu, aku akan dikirim ke PKL (Praktek Kerja Lapangan) di suatu kota yang cukup terkenal. Saya mengerti setelah dijelaskan masalah PKL. Setahun PKL pasti akan memiliki pengetahuan dan ketrampilan lebih luas dan lebih matang. Lagipula sertifikat PKL itu penting untuk melamar pekerjaan. Akhirnya saya menurut.
Ah…, masuk pertama kali PKL, saya terkejut tetapi lega dan senang sekali sebab di situ ada Eko, mantan kakak kelasku. Lho, Eko masih PKL padahal sudah lulus 2 tahun yang lalu? Begitu pikirku. Tetapi ternyata dia sudah menjadi karyawan di sana. menurut keterangannya, dia langsung diangkat karyawan oleh Pimpinan Unit Produksi Mebel itu yang selama PKL sudah mebimbingnya. Wah, Eko hebat, sekarang sudah punya gaji!
Pemimpin itu membimbing saya PKL, tetapi kadangkala mewakilkan kepada Eko. Sejak itu, saya jadi lebih kerasan PKL di Unit Produksi Mebel itu. Eko juga memberitahu kalau saya bingung. Karyawan lain yang sudah tua-tua tidak pelit berbagi ilmu. Pokoknya PKL yang dulu anggap saya susah dan capai, sekarang menjadi menyenangkan. Saya bersyukur karena boleh dan diberi kesempatan PKL setahun.
Waktu hampir selesai PKL, saya diberitahu bahwa Pimpinan Unit Produksi Mebel mau mengangkatku jadi karyawan, seperti Eko. Ini peluang kerja yang bagus. Sebagai karyawan baru, saya tidak boleh menuntut gaji langsung tinggi, tetapi lumayan. Itu disebut uang saku, karena yang penting adalah pengalaman kerja. Lama-lama pasti akan meningkat. Beliau menasehati saya tentang itu. Sebetulnya uang saku sebesar itu cukup untuk kost, apalagi makan siang sudah disediakan oleh Unit Produksi. Setelah saya piker-pikir, saya putuskan tidak mau langsung kerja di situ. Saya ingin kerja di daerah sendiri, tinggal bersama keluarga sehingga tidak perlu bayar kost, biar uang saku banyak.
Setelah saya lulus PKL, saya kembali ke keluarga saya, Di daerah saya, saya mencoba melamar kerja ke mana-mana. Ah…, ternyata sulit, malahan ada yang menghina saya,” Bisa apa kamu si tunarungu?! Saya putus asa mencari kerja hingga sekarang saya masih nganggur, luntang-lantung ke sana kemari.
Aku jadi malu di rumah. Juga malu kepada teman-temanku. Lalu aku kembali ke tempat PKL yang dulu, aku lebih malu lagi karena dulu aku menolak tawaran beliau. Saya sungguh menyesal, mengapa dulu saya tidak menurut kepadanya?!
Sekarang saya baru sadar, cari kerja itu sulit karena saya seorang tunarungu. Kalau ada peluang, seharusnya saya terima. Teman-teman, sungguh saya menyesal menyia-nyiakan peluang kerja. Kalau dulu saya menurut, mungkin sekarang saya kaya pengalaman kerja, juga bisa menabung. Memang, penyesalan datang selalu di belakang.
Pesan saya, kalau teman-teman lihat peluang kerja, terima saja. Janganlah disia-siakan..


Terima kasih
Y.O

0 komentar:

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost Coupons